Senin, 21 Januari 2019

Seorang Muslim dan Toleransi Antar Umat Beragama


.
Ada senior (di dunia tulis-menulis) yang pernah bilang, kita yang ngaji sepekan sekali mestinya menyalurkan ilmu yang kita terima, minimal dalam bentuk tulisan. Agar perenungannya makin dalam dan manfaatnya bisa dirasakan orang lain yang membacanya.

So, He inspired me to write it, this time!

Pengajian kali itu membahas terkait prinsip Islam yang tetap dan tidak boleh berubah sampai akhir zaman, Yap itulah Definisi dari Ats-Tsawabit. Sedangkan pasangan kata yang sering disebutkan bersamaan dengannya adalah Al-Mutaghoyyirot. Yakni merupakan prinsip Islam yang bersifat fleksibel dan bisa berubah-rubah, sehingga membuka ruang kreativitas di dalam penerapan aspek-aspeknya.

Pagi itu aku bertanya pd sang guru,
"Jika hidup di negeri yang bukan mayoritas Muslim, bagaimana menerapkan hal-hal tsawabit & mutaghoyyirot ini saat bergaul dengan teman-teman berbagai agama, agar tak terjerumus pemikiran liberal?"
.
Beliau menjawab,
"Toleransi antar umat beragama, ada pada batasan *MENGHORMATI* keyakinan & cara mereka beribadah. Bukan mengiyakan/ menyepakati agama & mengikuti ibadah-ibadah mereka."
.
"Bergaul di negeri yang minoritas jumlah muslimnya, bukan berarti kita lantas menjadi bebas & tak menerapkan tsawabit serta mutaghoyyirot ini. Kita tetap harus bisa fleksibel namun tetap menjaga prinsip Islam yang Tsawabit."
.
Beliau memberikan contoh,
"Saat di Korea, menemukan makanan-minuman halal sangat sulit. Menemui hal tersebut bukan berarti menjadikan kita memudahkan diri mengonsumsi segala macam minuman /daging yang disediakan di sana."
.
"Karena ternyata 90% (kalo ga salah) daging yang banyak dikonsumsi disana adalah daging babi. Maka agar aman, selama di Korea saya lebih sering makan di restoran seafood, yang aman dari daging yang tidak disembelih dengan cara halal. Termasuk soju, ini merupakan minuman yang selalu ada di tiap restoran makan korea. Kan anda tau soju itu minuman keras, jadi ya haram untuk muslim. Jangan diminum."
.
Aku mengangguk setuju, terhadap sikap beliau yg dalam kondisi begitu tetap mengupayakan terlaksananya prinsip-prisip Islam yang "Ajeg" (Tsawabit) tersebut tanpa merasa sungkan kepada non-muslim di sana. Beliau tetap mencari makanan & minuman yang halal selama di sana. Bukan berarti karena minoritas, lantas kita boleh ikut arus dan berpikir terbuka tanpa batas.
.
Sang guru benar, dalam keadaan bagaimanapun kedua nilai tersebut harus terus ditampakkan juga diterapkan. Sehingga tercerminlah Islam yang sebagaimana seharusnya, yakni yang Rahmatan Lil 'Alamiin.
.
Kata-kata "Semua agama mengajarkan kebaikan", sekilas mungkin terdengar benar. Namun, jika diselami dan renungi lebih dalam artinya cukup membahayakan.
.
Ajaran agama yang bagaimana yang dimaksud? Semua ajaran dari agama tersebut? Berarti termasuk juga ajaran & keyakinan berTuhannya? Heeemmm..
Bukan begitu Fergusoo!
.
Kan, kita muslim. Keyakinan kita yang mutlak adalah Islam sebagai satu-satunya ajaran yang diterima di sisi Allah.
.
Jika maksud pernyataannya adalah semua agama mengajarkan kebaikan dalam konteks interaksi antar pemeluk agama atau saat berkehidupan sosial, maka saya sepakat. Karena memang ga ada agama yang menyuruh pemeluk agamanya untuk melakukan pencurian, bersikap kasar atau bahkan membunuh orang lain.
.
So, Sebagai muslim, toleransimu saat bergaul dengan teman-teman non-muslim tetap harus ada pegangannya, yakni Tsawabit dan Mutaghoyyirot dalam Islam.
.
@30haribercerita #30hbc1913 #toleransi#islam #muslimkeren #sebarkontenpositif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar