Minggu, 25 Februari 2018

Rendah Hati Tak Pernah Membuatmu Kalah


Seperti biasa saat membuka beranda youtube, vlog terbaru Gita Savitri adalah hal pertama yang saya cari. Ternyata video terbarunya kali ini menyinggung nama seorang Ustadz yang baru saja berkunjung ke Berlin saat itu, yakni Nouman Ali Khan.

Gita menyampaikan rasa nyamannya terhadap gaya penyampaian dan konten ceramah dari sang ustadz. Sontak setelah selesai dengan vlog tersebut, saya beralih mencari video-video tentang sosok ustadz ini. Muncullah beberapa rekomendasi video beliau, dan langsung ada satu pilihan yang membuat mata saya fokus tertuju. Penyampaian beliau yang membahas sikap Rendah Hati beserta Ciri-Cirinya, silahkan cek link nya berikut ini..

https://www.youtube.com/watch?v=vYPDO8C0oGU&t=0s&list=LLhJiDbxQEGAhzHchNsFL4bA&index=2

Karena terdapat terjemahan bahasa Indonesia pada video itu, saya pun tanpa ragu meng-klik link tersebut dan menontonnya hingga selesai. Tak rugi, banyak hal yang mencerahkan dari singkatnya penyampaian beliau dalam video itu.

Beliau membahas sebuah ayat yang menjelaskan ciri-ciri orang yang rendah hati yakni Quran Surah Al- Furqon Ayat 63. Dikatakan bahwa kategori pertama orang disebut rendah hati, adalah saat dimana ia berhadapan dengan lawan bicara yang jahil, yang pemarah, yang berkata kasar bahkan menyakiti perasaan hatinya, maka ia kemudian Qoluu Salaman.

Beliau memberikan contoh yang sangat dekat dengan keseharian kita, semisal saat mengendarai mobil dan menemui pengendara yang menjengkelkan. Bahkan kita mendapati sang pengemudi dengan santainya memaki kita, dianggapnya insiden tersebut adalah kesalahan kita sepenuhnya. Beliau mencontohkan respon-respon manusiawi yang sering kita nampakkan atas insiden seperti ini, semisal membunyikan klakson dengan keras dan penuh emosi kepada pengendara lain tersebut.

Beliau kemudian menerangkan apa yang dimaksud dengan Qoluu Salaman.

Mempunyai Impian itu Hak kita, dan Pengabulannya adalah Kuasa Allah

Pernah kah kalian melihat bahkan mungkin mengalami sendiri, orang lain yang menyangsikan atau bahkan sampai ikut men-jugde cita-cita dan harapan besar dirimu atau orang-orang terdekatmu? Bagaimana perasaan kalian saat terjadi hal itu? Mungkin sedih, kesal atau bahkan justru menjadi tidak lagi pe-de (percaya diri) dikarenakan penghakiman pihak lain terhadap segala upaya diri kita dalam menggapai impian tersebut. Padahal bukankah Cita-cita itu milik kita? Kita lah yang lebih tau sampai batas mana upaya tersebut sudah kita optimalkan.

Jujur, saya suka menulis. Apalagi menulis di saat banyak hal yang mengganggu pikiran, bahkan parahnya saya pernah menulis karena ingin membuat sindiran untuk seseorang (hehehe), rasanya ingin semua unek-unek itu tertuang dalam tulisan, hingga tak hanya jadi keluhan namun juga jadi renungan.

Ingat sekali, awal mula merasa sangat terbantu dengan menulis, saat kelas 4 SD (kalau tidak salah). Ada tragedi yang terjadi membuat saya tak henti menangis ketakutan, namun seketika air mata berhenti setelah semua curhatan itu tertuang di buku tulis.

Setelahnya mulailah SMP saya membuat blog dan meneruskan menulis segala kegelisahan saya di sana. Kebiasaan ini pun berlanjut hingga saya kuliah, tumpah ruah semua rasa tercurah di diary digital saya. Tanpa sadar, kebiasaan menulis ini mulai menumbuhkan benih-benih impian saya menjadi seorang wartawan/ reporter. Meskipun saat itu belum pernah ada kesempatan bagi saya untuk mendekati atau mendalami jurnalistik sebagai bagian dari profesi itu.

Setelah lulus kuliah, kesadaran ingin menjadi seorang reporter pun mulai mendapatkan peluangnya.