Kamis, 01 Maret 2018

Empati Sang Pejuang Gerbong Wanita

Commuter Line gerbong 'khusus' wanita
"Ladies First" adalah ungkapan yang  terkenal tentang bagaimana seharusnya laki-laki mendahulukan seorang wanita dalam pemenuhan haknya. Ungkapan ini akan banyak terbukti saat melihat gerbong KRL biasa, akan didapati banyak penumpang laki-laki yang memberikan tempat duduknya kepada pengguna wanita yang membutuhkan dan berposisi berdiri tak jauh darinya.

Namun berbeda ceritanya saat melihat kondisi kaum hawa di gerbong khusus wanita Commuter Line (KRL) Jabodetabek, pada jam berangkat dan pulang kerja. Pada kondisi dengan semua penumpangnya adalah wanita, ungkapan di atas bisa berubah menjadi sikap arogan kaum hawa untuk mempertahankan kenyamanan yang telah susah payah didapatkannya dalam gerbong KRL.

Pernah merasakan langsung padatnya dan 'ganasnya' gerbong KRL khusus wanita? Wew saya pernah, dan itu pengalaman unik yang masih saya ingat jelas. Saat itu saya memilih menggunakan KRL untuk datang ke sebuah wawancara kerja.

Desak-desakan di gerbong itu sampai membuat saya tak bisa menggerakkan badan, bahkan untuk sekedar mengangkat tangan. Benar-benar tak bisa tangan berpegangan pada apapun, dan badanpun  bergeser sendiri mengikuti arus datang penumpang yang masuk.

Saat berdiri di kepadatan tersebut, saya terbesit rasa iri melihat betapa nyamannya mereka yg mendapatkan tempat duduk. Mereka bahkan ada yang tertidur pulas sambil mendengarkan musik dengan headset. Walaupun saya tahu betapa tingginya semangat dan 'rasa persaingan' yang mereka punya untuk akhirnya memenangkan kursi pada 'perlombaan' ini.

Sesaat langsung teringat insiden dua orang perempuan terlibat perkelahian di gerbong khusus wanita KRL Jabodetabek, dikarenakan perebutan tempat duduk. Berapa usia dua orang perempuan yang terlibat perseteruan tersebut? Jika dilihat sekilas usianya kisaran 30 sampai 40 tahun. Pantaskah seorang "wanita dewasa" melakukan tindakan memalukan itu? Kejadian tersebut jelas menunjukkan ketidakdewasaan dan kurangnya rasa empati kedua orang wanita tersebut, berseteru dengan kasarnya hanya karena tempat duduk.

Sebagai makhluk yang diberi fitrah penuh kasih sayang dan lemah lembut, seorang wanita harusnya bisa lebih mudah untuk berempati kepada sesama nya. Bukannya sebaliknya, mengolok-olok dan mencibir bahkan iri hati kepada mereka yang mendapatkan prioritas lebih dibanding dirinya (red; wanita sehat yang berdiri di gerbong KRL iri kepada wanita hamil dan lansia yang diberikan tempat duduk prioritas).

Saya baru-baru ini membaca hal menarik tentang kebiasaan para pengguna kereta listrik di Jepang. Ternyata di sana, adalah hal yang tidak sopan menduduki kursi prioritas yang telah disediakan di kereta, meskipun gerbong saat itu sedang dalam kondisi lengang. Waduuh, kalau di Indonesia kebiasaan yang muncul ya sebaliknya, kursi manapun yang kosong sesegera mungkin perlu dimanfaatkan (termasuk juga dengan priority seat. hihihi).

Jangan dikira di jepang pengguna keretanya sedikit lho. Di negara tersebut bahkan ada pekerja yang khusus mendorong dan memastikan semua penumpang masuk agar pintu gerbong bisa ditutup. Wah ternyata dengan kodisi kepadatan para pengguna kereta yang mirip, kesadaran orang Jepang tentang sikap ini sangat berbeda dengan orang Indonesia ya.

Tapi di Jepang, tidak ada perlakuan berbeda antara laki-laki dan perempuan. Jadi siapapun pria yang lebih dulu mendapatkan tempat duduk di gerbong kereta, tak merasa perlu mengalah untuk perempuan lain yang berdiri karena tak kebagian kursi. Berbeda dengan di Indonesia yang masih  menerapkan Ungkapan 'Ladies First' tadi.

Masing-masing menghormati dan memahami konsekuensi dari kondisi yang dipilih. Bayangkan, jika antara laki-laki dan perempuan saja mereka bisa saling menghormati, maka begitu pula dengan sesama wanita di sana. Mereka punya kesadaran penuh dan tak saling 'merengek' kepada yang lain. Tak merasa dirinya lebih butuh untuk didahulukan dibanding penumpang yang lain.

"Ambil yang positif dan tinggalkan yang negatif"

Menceritakan perihal dua kebiasaan berbeda para pengguna kereta ini, khususnya wanita, bertujuan agar para Jelita KRL-mania melakukan sebuah refleksi. Setelah ini, harapannya sedikit demi sedikit, para pengguna gerbong wanita bersedia terus sadar dan tidak kaku atau malu untuk mulai berempati kepada sesamanya. Maka tak apa lah sedikit mengalah, bukan untuk membuat diri jauh merendah, melainkan pembuktian sikap kita yang tinggi IZZAH* 

(*harga diri, dalam hal ini tidak memelas dan meminta dikasihani diberikan kursi).


"Hai, wanita tangguh lagi penuh semangat  
Kami ungkap rasa bangga dan ucapkan padamu selamat
Telah relakan diri untuk berkhikmad 
Meskipun desakan perjalanan terasa begitu berat 
InsyaAllah sabar dan sedekahmu dibalas  berlipat 
Dan nafkah yang didapat penuh barokah lagi bermanfaat"