Selasa, 27 Desember 2016

Indonesia.. Aku cinta, Namun Kini Aku Bingung..

Lingkaran hari itu kami memulainya seperti biasa, Tasmi' At-Tahrim halaman kedua, kemudian Hafalan Quran mutabadilain, dan sampailah pada baramij pembacaan berita. 

Dimulailah diskusi keresahan kami, diawali dari aku yang penasaran tentang berita warga Tiongkok yang berbondong-bondong datang menjadi pekerja asing di Indonesia, diskusi itu dimulai. Berita itu tak banyak jadi sorotan publik, bahkan rasa-rasa nya belum pernah sekalipun aku melihat pemerintah menanggapi isu tersebut.


Bahkan aku pernah menonton video dari salah satu stasiun TV swasta menayangkan tentang rekaman percakapan dg salah satu pekerja asing asal cina yang sulit berkomunikasi dg bahasa Indonesia, krn bisanya bahasa mandarin. Bahkan disebutkan gaji pekerja asing dari cina ini satu bulannya bisa mencapai (semoga tidak salah) sekitar 35 juta perbulan, gap dengan gaji buruh asli Indonesia sangaaaaat jauh. MIRIS!! Bingung melihat fenomena ini, khawatir melihat fenomena ini, tak tau harus mengadu pada siapa! 

Fenomena yang minoritas tiba-tiba menguasai mayoritas sudah ada buktinya, misal Suriah. Syiah yang minoritas memimpin Suriah, dan memporak-porandakan Suriah. Negeri yang dulu dikenal dengan keindahannya, kini luluh lantak dihancurkan pemerintahnya sendiri. Dikarenakan ketidakwaspadaan mereka terhadap kemungkinan  terburuk akibat mengacuhkan peran muslim di bidang politik. 

Kekahwatiran inilah yang memicu diskusi seru pagi menjelang siang itu. Dulu murobbiku sering mengajarkan kami untuk selalu menyisipkan doa-doa untuk Bangsa kami, Indonesia, agar ia menjadi bangsa yang Thoyyibatun wa Robbun Ghafur. Awalnya aku tak begitu meresapinya hingga ke dalam hati, hingga satu persatu makar orang-orang yang benci terhadap Islam dan menginginkan agar Indonesia menjadi milik mereka, semakin membuka mata ini. Hati mulai sering berdebar-debar, perasaan mulai was-was, kegundahan berkecamuk dalam dada, ingin sekali rasanya dapat berbuat sesuatu yang dapat menghentikan semua celah kehancuran Indonesia jika terus menerus dibiarkan dekat dengan Negara Cina. 

Tiba-tiba pembicaraan kami beralih ke Media (jurnalistik). Aku melempar statement ku yang berkeinginan bekerja dan berkecimpung di dunia jurnalistik. Tapi seketika statement ku dibantah oleh patner ku di lingkaran itu, bahwa menjadi jurnalis itu sebuah langkah yang 'tak cerdas'. Dikarenakan jurnalis tak sebebas itu menyampaikan kebenaran yang ada di hadapan mata nya, ia tetap bergantung pada pemegang kendali di media tersebut. Dari media tiba-tiba kami beralih lagi ke Syiah yang ternyata sudah banyak mendirikan tv kabel. Kami merembet ke bagian, kenapa kemudian kita (ikhwah) tidak berusaha ke arah membuat stasiun TV minimal stasiun tv kabel yang bisa menjadi ladang dakwah kita. Dan lagi-lagi, (ikhwah) kita bergantung pada slogan "Sunduquna Juyubuna", sehingga sulit untuk bergerak bebas tanpa adanya kendala biaya dalam berkarya berinovasi dalam berdakwah. Pupus lagi harapan untuk mengambil porsi strategis di bidang media massa mainstream.

Dari media, diskusi beralih ke pihak ke******an. Yang merupakan punggawa kasus-kasus dan perijinan di Negeri ini. Ternyata, garis keturunan di dalam lembaga ini sangat kuaaat. setiap pejabat lembaga ini, akan dengan yakin mengarahkan anak-anak mereka menjadi penerus mereka. Bahkan hingga urusan menikah pun orang tua yang juga pejabat lembaga ini pasti juga menyiapkan besan-besan dari pejabat lembaga yang sama. Gaya hidup mereka pun juga highclass, sehingga tuntutan mencari uang lebih banyak pun banyak bermunculan, dan entah kerjaan 'sampingan' mereka pun juga tetap dilakoni agar kebutuhan (yang kelihatannya lebih mejurus pada kesenangan duniawi) dapat tetap terpenuhi. Lembaga yang dianggap kredibel saja, masih ada celah buku nyaaa,

dari fenomena itu diskusi beralih ke Daerah kosan bebas laki-laki perempuan yang menjamur di daerah Tembalang, bahkan Ada isu bahwa ada kosan di Tembalang yang sengaja disewakan untuk melakukan hubungan zina. Na'udzubillah min dzalik. Ya Rabb, bobrok benar negeri ini. 

Muncullah statement, Ternyata upaya yang kita (ikhwah) rasa telah sebegitu pol-pol-an nya, tak banyak membawa dampak bagi bobroknya Negeri yang mayoritas muslim ini. Kita merasa sudah benyak bekerja, tapi toh nyata nya masih banyak aspek yang tak tersentuh dakwah kami. 

seketika kami gelisah bersama, kami bingung bersama, karena peran kami yang belum strategis dalam penyelesaian masalah Bangsa. Kami jadi bingung mau ambil peran di bagian mana, di mulai dari mana, mana-mana saja yang sependapat dengan kami di pemerintahan sana???

Jgeer!! sketika kami diam, dan mentok solusi. deadlock. saking merasa begitu banyaknya masalah Negeri ini di berbagai Aspek. Bingung mau membenahi dari bagian mana terlebih dahulu. Rasanya butuh banyak aspek yang di-cover. Kami terpikirkan untuk berbagi amanah strategis di masyarakat sesuai bidang minat dan keahlian kami. Tapi itu artinya apa kami (yang wanita-wanita muda, calon ibu) semuanya harus bekerja.

Maha Benar Allah dengan segala takdirNya, tak berapa saat murobbi kami datang. Beliau sebelum liqo dimlai sedang ada rencana ta'ziyah di daerah Pedurungan, sehingga kami diminta memulai liqo terlebih dahulu sampai beliau selesai ta'ziyah. Inilah awal mula dari solusi nyata dari diskusi kami, dipimpin oleh sang murobbi.

Kami mengutarakan kegelisahan kami yang begitu mendalam atas kondisi negeri yang semakin memburuk, ditambah sulitnya kami mempercayai pemerintahan berkuasa saat ini yang jauh daripada memihak keadilan. Kami meminta nasehat dari beliau, mulai dari manakah kami harus menyelesaikan semua permasalahan ini. Beliaupun juga bingung, bagaimanakah qiyadah-qiyadah berpendapat tentang kegelisahan yang akhir-akhir ini marak? adakah pengkajian khusus dan penyikapan resmi dari ikhwah? Ternyata jawaban beliau, beliau juga tak ada info terkait pendapat jamaah ttg hal tersebut. Lalu kami sejenak berpikir, apa solusi nyata yang bisa kami ambil?

Muncullah solusi-solusi kecil dan nyata dihadapan kita selaku mahasiswa dan calon ibu:

  1. Biasakan diri untuk tidak berbelanja di A***mart atau I***mart, biasakan belanja di warung kelontong dan toko yang dimiliki muslim lainnya.
  2. Jangan belanja merk ****roti lagi, karena pemilik mereka tidak pro terhadap Islam
  3. Jika tidak dalam konteks 'terpaksa' membantu suami mencari tambahan nafkah, seorang wanita lebih baik tidak bekerja.
  4. Sebagai wanita, istri, ibu, peran-peran wanita harus dioptimalkan. Kalaupun harus keluar rumah, maka seorang muslimah yang telah berkeluarga kepentingannya adalah da'wah masyarakat sekitar rumahnya. Mengoptimalkan perannya sebagai ummu madrasatul ula, mendidik generasi-generasi kita menjadi generasi-generasi terbaik. Miliki anak yang banyak sehingga mampu mendominasi kebaikan kebaik di masyarakat, karena keturunan-keturuna kita akan menjadi agen perbaikan masyarakat.
Itulah.. beberapa kesimpulan dari diskusi liqo pagi hingga siang hari itu. Cukup menguras otak, menggelisahkan hati, namun ternyata ada solusi yang dekat dan sangat real untuk diaplikasikan.

Selamat menyempurnakan ikhtiar, Wahai Pejuang Peradaban!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar