Kamis, 04 Februari 2016

Kita hanya perlu (selalu) Meyakini-Nya..

kisah berhikmah tentang Mita..
 
Sudah setahun lebih Mita menjalani nya, amanah yang ternyata sudah Allah siapkan bagi Mita agar lebih banyak berbenah diri, lebih hikmad lagi dalam ketaatan dan lebih bersegera dalam menyambut peluang amal. Dan setelah penantian panjang itu, Mita yang berharap agar penyerahan estafet itu sesegera mungkin dilakukan, karena ada kekhawatiran Mita yang masih mempunyai beban akademik itu akan jadi zolim entah terhadap amanah itu ataupun perihal akademiknya.

Sudah terdengar akan adanya pergantian itu, Mita akan dengan senang hati segera memfokuskan diri menyelesaikan amanah tersebut dan beralih ke amanah selanjutnya yakni akademik. Tapi begitulah takdir, selalu Allah hadirkan untuk menguji niatan amal hamba-Nya. Mita diuji, lagi, dengan kabar dipendingnya pergantian amanah itu. Diuji, lagi, dengan niatan nya sesegera mungkin melepas amanah itu. Allah Maha Tau segala yang disembunyikan hamba-Nya, bahkan yang ada di dalam hati kecil sekalipun. Mita sedih, ia merasa ada ketidakadilan dalam penundaan pergantian itu, tapi apa yang bisa ia lakukan? Bukan dia yang memilih amanah itu, tetapi Allah lah yang memilihkan amanah itu untuknya.

Mita yang sedih pun menangis, bukan, ia bukan lagi meratapi mengapa harus putusan terburuk - yang ia sebenarnya telah duga- itu yang terjadi, tapi ia sedang memutar otak bagaimana meneruskan sisa amanah yang belum terselesaikan itu hingga Allah menjadikannya kemudian berpindah pundak. Ia merasa banyak yang tak seimbang dalam dirinya. Mita merasakan lagi yang dikhawatirkan sahabat Abu Bakar Ash-shiddiq sehingga kemudian beliau berdoa kepada Allah,

“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka”

Mita juga sedang berpikir keras, bagaimana agar dia bisa tetap menyelesaikan akademiknya tepat pada waktunya tanpa kemudian terlihat mengabaikan amanah nya yang masih dia tanggung itu. Berat dan sesak, itulah yang dirasakan dalam sanubari nya, tapi begitulah manusia dengan mudahnya dibuat berpaling dari segala takdir terbaik Rabb-nya, dikarenakan kekhawatiran yang bersifat duniawi dan rencanya yang tak lebih canggih dari Kuasa Allahu Rabbuna. Ia sedang mengarahkan segala konsentrasi otak dan hatinya agar sesuai dengan mau-Nya Allah. Mita sedang mencerna, terus berusaha mencerna, apa sebenarnya maksud Allah menghadirkan segala yang nampak seperti ujian itu kehadapannya.

“Subhanallah.. Subhanallah.. Subhanallah..Subhanallah..”
“Maha Suci Allah.. Maha Suci Allah.. Maha Suci Allah.. Maha Suci Allah..”
“Maha Suci Allah dari segala kesalahan.. Maha Suci Allah dari ketidaktelitian perhitungan atas takdir hamba-Nya.. Maha Suci Allah dari kekeliruan atas setiap detail urusan hamba-Nya.. Maha Suci Allah..”

 Ya.. Mita menyimpulkan, bahwa kita hanya perlu (selalu) meyakini-Nya. Meyakini bahwa tak akan pernah ada kesalahan dari setiap perhitungan Allah, dari setiap keputusan Allah, dari setiap takdir anak manusia yang Allah tentukan. Wahai hamba-Nya yang selalu berusaha taat, kamu hanya perlu (selalu) menyakini-Nya, tanpa pernah berhenti, sejenakpun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar