Minggu, 23 September 2018

Mintalah Fatwa pada Kata Hati


 


Tentang meminta fatwa pada kata hati, ada hadist yang mendasari pernyataan ini :
Beliau, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehatkan pada Wabishoh,

اسْتَفْتِ نَفْسَكَ ، اسْتَفْتِ قَلْبَكَ يَا وَابِصَةُ – ثَلاَثاً – الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

Mintalah fatwa pada jiwamu. Mintalah fatwa pada hatimu (beliau mengatakannya sampai tiga kali). Kebaikan adalah sesuatu yang menenangkan jiwa dan menentramkan hati. Sedangkan kejelekan (dosa) selalu menggelisahkan jiwa dan menggoncangkan hati.

HR. Ad Darimi 2/320 dan Ahmad 4/228. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini dho’if. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi. Lihat Al Irwa’ no. 1734.

Manusia, diciptakan mempunyai dua kecondongan dalam menjalani hidup yakni potensi fasik dan taqwa. Barang siapa yang mensucikan jiwa/ hati nya maka ia termasuk orang-orang yang beruntung dan semakin dekat kepada Taqwa. Seperti yang disebutkan dalam QS. Asy-Syams ayat 8 - 10.

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Kita umat nabi Muhammad adalah manusia biasa yang tidak mendapatkan petunjuk dari Allah langsung sebagaimana para Nabiyullah saat beraktivitas sehari-hari. Banyak pula dari kita bukanlah merupakan seorang ulama yang mampu memahami bagaimana merespon setiap peristiwa di lingkungan sekitar sesuai dengan Ilmu Fiqih Islam yang telah ada.

Maka jika terjadi keragu-raguan dalam diri kita apa yang harus kita lakukan?

Haruskah kita diam dan tidak mencari tau manakah respon terbaik yang harusnya kita berikan saat menanggapi sesuatu hal tersebut?  Atau manakah pilihan terbaik yang harusnya kita ambil?

Jika mengingat hadist di awal, maka pilihan kita adalah meminta fatwa pada kata hati. Cek kembali kata hati kita, apakah ia merasa gelisah ataukah tenang dengan berbagai pilihan berbeda itu? Jika ia tenang, maka pilihan tersebut lebih dekat kepada kebaikan. Namun bila ia gelisah dan berharap tak ada seorang pun yang melihatnya melakukan pilihan tersebut, maka keputusan itu lebih dekat kepada dosa.

Allah menjadikan kata hati sebagai alarm (pengingat) bagi kita di kala melakukan kesalahan. Ia akan merasakan keselisahan panjang setelah pemiliknya melakukan suatu kesalahan, meski nyatanya tak hanya ia sendiri yang melakukan kelalaian tersebut. Namun kata hati tak bisa berbohong. Kegundahan hati itu takkan mampu disembuhkan oleh obat dokter, ia hanya dapat kembali tenang setelah memohon ampun pada Allah dan melanjutkannya dengan mengerjakan berbagai kebaikan.

Allah berfirman dalam Qur'an Surat Al-Furqan ayat 70,
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Maka mohonkanlah kepada Allah agar senantiasa diberikan kesanggupan untuk menyadari kata hati, agar ia tetap pada fitrahnya mampu dimintai 'fatwa' dalam perjalanan menapaki segala pilihan hidup. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar