Selasa, 12 Juni 2018

Cara Pandang Para Pendidik

Tulisan ini dibuat saat sedang merenungi peringatan Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)


Sebagai pengajar bimbel yang target pasarnya menengah ke bawah, banyak saya dapati kasus anak ajar yang spesial. Spesial dalam arti, pemahamannya berada di bawah rata-rata anak seusianya.

Sebut saja namanya Mawar, dia adalah siswi SD Kelas 6 yang sebentar lagi akan mengikuti UN dan naik ke tingkat SMP. Mawar adalah satu dari beberapa kasus spesial yang saya maksud di atas.

Saat mulai belajar di bimbel, saya mengawalinya dengan memberikan soal pembagian, namun Mawar hanya terdiam dan tidak bisa menjawab. Akhirnya pembelajaran pun dimulai dari belajar perkalian, dasar sebelum memahami pembagian. Setelah dicek ternyata ia baru selesai menghafal perkalian 1 dan 2. Sebagai seorang pengajar bimbel yang juga dituntut untuk memahami kurikulum sekolah dasar, saya paham ternyata kemampuan Mawar barulah sampai di taraf yang sama dengan siswa kelas 2 SD.
Kaget? Iya. Bingung? Sudah tentu.

Yang kemudian berkelebat dipikiran saya adalah, apa yang terjadi dengan pembelajarannya di sekolah ya? Mengapa Mawar dengan pemahaman seperti ini bertahun-tahun diluluskan naik ke kelas selanjutnya? Saya merasa ada yang salah dengan guru sekolahnya. Padahal, dengan menaikkan kelas anak tersebut, akan mempersulit guru lain (yang mengajar di kelas berikutnya) dan sang murid itu sendiri.

Guru yang ideal menurut saya persis seperti tokoh yang diperankan oleh Amir Khan di film Taare Zamen Par. Seorang guru yang meyakini potensi lebih pada tokoh Ehsan, anak didiknya, dan berusaha menjadi pendidik yang adil dan peduli. Adil dalam menilai kemampuan muridnya, dan peduli dengan kesulitan belajar yang dihadapi anak didiknya. Bahkan guru yang ideal akan berusaha mengkomunikasikan solusi belajar terbaik untuk sang anak kepada pihak keluarganya. Dan meyakinkan keluarga tersebut bahwa sang anak punya kelebihan dan perlu terus didukung selama masa pembelajaran.

Kembali ke Mawar, pernah suatu ketika  saya memberikannya tugas terkait operasi hitung pembagian. Tugasnya memang selesai, tapi saat diminta mengerjakan ulang di depan saya dia terdiam, mengaku tidak bisa. Dan setelah ditanya lebih lanjut, dia mengaku bahwa sang ibu yang membantunya mengerjakan tugas itu. Ia hanya sekedar menulis angka seperti yang diajarkan sang ibu tanpa sepenuhnya mengerti apa yang dia tuliskan.

Memang pendidikan formal sekolah banyak dibebankan kepada Guru, namun perlu juga kerja sama dan bantuan dari pihak orang tua di rumah. Sepulang anak belajar di sekolah, orang tua di rumah pun perlu membantu dan memperhatikan perkembangan anak saat mengerjakan pekerjaan rumah. Saya masih ingat keluhan sang ibu saat pertama kali mendaftarkan anaknya bimbel, menceritakan bahwa Mawar sangat amat berbeda dari kakak-kakaknya yang lain. Dimana dikisahkan betapa seringnya beliau mndapati anaknya ini menjadi peringkat terakhir di sekolah.

Saat ada keterlambatan belajar pada anak, orang tua tidak boleh acuh. Perlu untuk segera mengkonfirmasi kekhawatiran yang orangtua dapati kepada pihak sekolah khususnya guru kelas sang anak. Dan jangan ikut memarahi sang anak karena ketidakpahamannya.

Perbanyak motivasi dan selami lebih dalam kegiatan favorit sang anak di luar pelajaran yang dia anggap sulit, semisal berhitung. Ini fungsinya menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat untuk terus belajar dengan menemukan hal yang dia kuasai. Anak yang kurang motivasi akan terjebak pada label 'bodoh' yang tak sengaja ter-frame dari segala perlakuan lingkungan sekolah dan keluarganya atas dirinya. Terlebih jika ternyata ada sosok yang sering dijadikan perbandingan dengan sang anak, karena diakui lebih cerdas oleh keluaganya.

Maka tanggung jawab siapakah pekerjaan mendidik ini? Sampai batas manakah kita telah selesai mendidik?

Guru dan orangtua sama-sama berperan penting dalam mendidik anak. Dan tak ada kata berhenti, teruslah belajar menjadi pendidik yang ideal, baik sebagai guru formal maupun non formal (Ayah-Bunda).

Selamat memperingati hari pendidikan! Semoga kita semakin merenung dan bersemangat memperbaiki cara pandang sebagai pendidik agar lebih baik ke depannya~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar