Tentang
meminta fatwa pada kata hati, ada hadist yang mendasari pernyataan ini :
Beliau,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehatkan pada Wabishoh,
اسْتَفْتِ
نَفْسَكَ ، اسْتَفْتِ قَلْبَكَ يَا وَابِصَةُ – ثَلاَثاً – الْبِرُّ مَا
اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَالإِثْمُ
مَا حَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ
وَأَفْتَوْكَ
“Mintalah
fatwa pada jiwamu. Mintalah fatwa pada hatimu (beliau mengatakannya sampai tiga
kali). Kebaikan adalah sesuatu yang menenangkan jiwa dan menentramkan hati.
Sedangkan kejelekan (dosa) selalu menggelisahkan jiwa dan menggoncangkan hati.”
HR. Ad
Darimi 2/320 dan Ahmad 4/228. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini dho’if. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi.
Lihat Al Irwa’ no. 1734.
Manusia,
diciptakan mempunyai dua kecondongan dalam menjalani hidup yakni potensi fasik
dan taqwa. Barang siapa yang mensucikan jiwa/ hati nya maka ia termasuk
orang-orang yang beruntung dan semakin dekat kepada Taqwa. Seperti yang disebutkan
dalam QS. Asy-Syams ayat 8 - 10.
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kita umat
nabi Muhammad adalah manusia biasa yang tidak mendapatkan petunjuk dari Allah
langsung sebagaimana para Nabiyullah saat beraktivitas sehari-hari. Banyak pula
dari kita bukanlah merupakan seorang ulama yang mampu memahami bagaimana
merespon setiap peristiwa di lingkungan sekitar sesuai dengan Ilmu Fiqih Islam
yang telah ada.
Maka jika
terjadi keragu-raguan dalam diri kita apa yang harus kita lakukan?
Haruskah
kita diam dan tidak mencari tau manakah respon terbaik yang harusnya kita
berikan saat menanggapi sesuatu hal tersebut? Atau manakah pilihan
terbaik yang harusnya kita ambil?
Jika
mengingat hadist di awal, maka pilihan kita adalah meminta fatwa pada kata
hati. Cek kembali kata hati kita, apakah ia merasa gelisah ataukah tenang
dengan berbagai pilihan berbeda itu? Jika ia tenang, maka pilihan tersebut
lebih dekat kepada kebaikan. Namun bila ia gelisah dan berharap tak ada seorang
pun yang melihatnya melakukan pilihan tersebut, maka keputusan itu lebih dekat
kepada dosa.
Allah
menjadikan kata hati sebagai alarm (pengingat) bagi kita di kala melakukan
kesalahan. Ia akan merasakan keselisahan panjang setelah pemiliknya melakukan
suatu kesalahan, meski nyatanya tak hanya ia sendiri yang melakukan kelalaian
tersebut. Namun kata hati tak bisa berbohong. Kegundahan hati itu takkan mampu
disembuhkan oleh obat dokter, ia hanya dapat kembali tenang setelah memohon
ampun pada Allah dan melanjutkannya dengan mengerjakan berbagai kebaikan.
Allah
berfirman dalam Qur'an Surat Al-Furqan ayat 70,
”Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan
mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Maka
mohonkanlah kepada Allah agar senantiasa diberikan kesanggupan untuk menyadari
kata hati, agar ia tetap pada fitrahnya mampu dimintai 'fatwa' dalam perjalanan
menapaki segala pilihan hidup. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar