Mu'adz |
Bayi laki-laki
yang sangat-sangat diharapkan kehadirannya diantara 3 orang anak perempuan di
keluarga Abi Pudjianto dan Umi Sri Rejeki. Adik bungsu yang sangat
diharap-harap, hingga tiada malam tanpa doa yang terpanjat selain untuk
kelahiran seorang adik laki-laki.Dan tibalah saat itu, 20 September 2000, lahir
seorang anak laki-laki,yang kemudia diberi nama Mu’adz. Konon nama itu adalah
nama salah seorang sahabat Nabi yang terkenal pandai dan banyak meriwayatkan
hadist, nama itu adalah nama yang masih asing didengar oleh ketiga kakak
perempuannya.
Adik yang
kemudian tumbuh besar dengan lucu di masa-masa balita, namun dengan kondisi
yang mengkhawattirkan karena rentan ‘step’(kejang) disaat panas tubuhnya
meninggi. Ingat betul, setiap kejadian itu datang, seisi rumah akan penuh
dengan kepanikan, dan pemandangan yang hadir adalah umi dan abi akan bergantian
menjaganya, dengan pula bergilir jam tidur. Hingga saat sudah melewati usianya
yang kelima, kebiasaan ‘kejang’ itu pun sudah tak pernah lagi mampir.
Mulai besar,
lagi-lagi umi dan abi dihadapkan pada kondisi dimana adik bungsu ku ini harus
dioerasi pada usia dini, karena memiliki sakit ‘hernia’. Perasaan takut pada
seorang anak kecil yang hadir disaat dihadapkan dengan dokter,juga menghampiri
si bungsu. Namun cara yang umi tempuh agaknya memang menjadi awal kemanjaan
dari si bungsu satu ini. Mulai dari kejadian inilah, umi mulai menuruti dan
mengiming-imingi si bungsu ini dengan berbagai barang yang ia inginkan,agar ia
mau untuk di operasi. Operasi ini terjadi hingga sekitar 5 kali.
Mu’adz kecil,
bukanlah anak yang mudah bersosialisasi. Pandangannya terhadap sebuah tempat
bernama ‘SEKOLAH’ sangatlah sinis, ia tak pernah sekalipun merasa nyaman berada
di tempat bernama ‘sekolah’ ini. Bermula dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar
hingga sekarang Sekolah Menengah Pertama. Ia terlihat sangat sulit mendapatkan
teman, walaupun saat SD akhirnya ia mendapati beberapa anak laki-laki lain
sebagai temannya. Namun kini, saat memasuki SMP, syndrom itu hadir lagi. Sulitnya
mendapatkan teman, ketidakakuran nya dengan beberapa guru semakin menjadi. Hingga
beberapakali terlontar permintaan untuk pindah sekolah. Namun,umi yang begitu
sabar meyakinkan dan menahan Mu’adz untuk tetap bersekolah di sana.
Si bungsu yang
tempramen. Entahlah, mengapa akhir tahun ini aku dapati dia menjadi lebih
sensitif dan mudah marah. Mungkinkah faktor teman-teman pilihannya? Mungkinkah
faktor kekecewaan nya di sekolah? Atau mungkinkah faktor rasa manjanya yang
terkembang hingga menjadi keras dan pemaksa seperti ini?
Sampai pada
kondisi dia yang sudah mempunyai alat komunikasi pribadi, hingga yang kini juga
sudah mempunyai agenda pribadi (pacaran,-red). Antara bingung dan kaget,
beginikah dulu aku juga melewati masa-masa puberku di SMP? Umi bilang,
begitulah usia SMP, aku dan rumaisha pun banyak membantah omongan umi-abi
sewaktu di masa SMP. Agak malu juga,sebenarnya. Karena rasa penasaran ini, aku
pun beberapakali mencari perbandingan dengan anak laki-laki lain, adik
teman-temanku. Dan yang aku dapati, itu memang fase puber mereka, mencari jati
diri, mencari kenyamanan menurut persepsi sendiri, ingin menjadi terlihat lebih
menarik perhatian dihadapan lawan jenis nya. Dan hingga saat ia memasuki SMA,
perlahan kesadaran itu akan hadir. Kesadaran tentang bagaimana bersikap yang
benar dan yang seharusnya.
Aku selalu berharap dan berdoa untuk kalian,adik-adikku..
Agar Allah berkenan menjadikan kalian anak-anak yang termasuk penyejuk pandangan dan penyejuk hati kedua orang tua kita, menjadi anak-anak yang selalu dilingkupi dengan teman-teman yang sholih, tempat belajar yang islami, dan menjadi anak-anak yang berprestasi dalam kebaikan..
Aamiin.
Termasuk Mu’adz, kakak sangat berharap segeralah Allah perkenankan engkau berjumpa dengan teman-temanmu yang sholeh, dan segeralah Allah jadikan dirimu sebagai anak laki-laki yang paling dibanggakan di keluarga ini :”)
Salam cinta dari kakak sulung mu, yang masih terus belajar bagaimana memahami mu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar