berusaha untuk selalu menyempurnakan IKHTIAR |
Ramadhan sudah berlalu, sudah merasa cukupkah
beramal?
Ramadhan, memang telah berganti Syawal. Bulan
tarbiyah,bulan dimana setiap muslim beromba-lomba meningkatkan amal dan
ibadahnya di hadapan Allah, itu telah berlalu. Namun apakah saat Ramadhan itu
berlalu, kemudian berlalu juga semangat membara untuk senantiasa mentarbiyah
diri dengan amalan-amalan terbaik itu? Semoga tidak!
Saat target-target Ramadhan telah tercapai, puaskah
kita beramal? Teringat sebuah hadist tentang kaidah dalam beramal, “Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang
terus menerus meskipun sedikit. (Muttafaq 'alaih)”. Maka bagaimana
kabar setiap diri yang telah merasa cukup dengan tercapainya target Ramadhan
tanpa ia kembali merefleksikan semangat kala itu pada sebelas bulan setelahnya,
sesungguhnya merugilah bagi mereka yang telah merasa cukup dengan amalannya.
Ada dua poin
yang dapat dipetik dari hadits tersebut: Pertama, kita sebagai Hamba yg ingin
dicintai Allah haruslah selalu berusaha untuk mengkontinukan amalan kita.
Kedua, Sesungguhnya setiap pribadi dianjurkan untuk beramal sesuai dengan
kemampuannya, walaupun dimulai dari hal yang kecil atau sedikit.
Merasa cukup
dalam beramal, baik kualitas maupun kuantitasnya, sering tidak disadari oleh orang
banyak, bahwa itulah awal dari luruhnya setiap baris catatan baik yang kita
miliki. Perasaan tersebut akan memicu berhentinya penambahan jumlah atau
frekwensi amal shalih, misalnya merasa cukup dengan amalan tilawah pada hari jumat
saja, tanpa mau menambah tilawahnya di hari-hari lain. Betapa sangat
disayangkan timba yang digunakan untuk mengambil air dilobangi sendiri,
pundi-pundi amal yang telah dikumpulkan bertahun-tahun, jatuh luruh tak
berbekas, karena memelihara sifat ujub.
‘Ujub adalah
perasaan kagum terhadap diri sendiri, kagum dengan apa yang sudah dimiliki,
heran terhadap amalan yang sudah dilakukan, bahkan terkadang samapai
memuji-muji terhadap diri sendiri atas apa yang sudah dikerjakan.
Astaghfirullahhal ’adziim. Semoga Allah menjauhkan kita dari sifat tersebut.
Maka bagi setiap diri perlu lah untuk senantiasa meperbaharui niat dan semangat
dalam beramal dan beribadah dalam berbagai macam kondisi.
Dalam
memelihara semangat untuk terus beramal pun tetap ada hal lain yang juga perlu
diperhatikan, dimana saat kita berusaha selalu menyempurnakan amalan kita
dihadapanNya hendaklah tidak terlalu berlebihan agar tidak dihinggapi perasaan
bosan dan mendapati ketidakistiqomahannya amal, maka mengapa Rasulullah pun
menyuruh puasa sunnah Daud,dimana sehari berpuasa dan sehari berbuka, tidak
menyuruh dan memberatkan ummatnya untuk berpuasa setiap hari tanpa berbuka. Ada
sebuah hadist Shahih Imam Bukhari ke-20 yang berbunyi,
“Dari Aisyah r.a. bahwa ia
berkata, apabila Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya, maka beliau
menyuruhnya untuk mengerjakan amalan-amalan yang sanggup mereka kerjakan. Akan
tetapi kemudian mereka berkata, "Ya Rasulullah, kami ini tidak sepertimu.
Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang." Maka,
mendengar ucapan mereka itu, Rasulullah SAW marah hingga terlihat tanda
kemarahan di wajahnya. Beliau bersabda, "Sesungguhnya yang paling bertaqwa
dan yang mengetahui tentang Allah diantara kamu sekalian adalah aku.”
“
Dalam hadist ini dapat dilihat bahwa para sahabat
sangat bersemangat dalam meminta Rasulullah agar diajarkan amalan-amalan yang
lebih banyak dan berat agar derajat mereka semakin tinggi di hadapan Allah.
Namun Rasulullah marah, karena perintah beliau tersebut sebenarnya merupakan
wujud kekhawatiran beliau jikalau
nantinya para sahabat nya tidak istiqomah dalam beramal karena terlalu beratnya
amal yang mereka harus kerjakan. Rasul pun menyuruh sahabatnya dan kita,
ummatnya, untuk beramal sunnah yang sanggup kita kerjakan agar tidak
memberatkan diri sendiri dan bisa istiqomah menjalankannya. Seperti hadist di
awal tadi, bahwa Allah menyuai amalan yang Istiqomah/ berkelanjutan walaupun
amalan itu sedikit.
Rasulullah pun tetap khusyuk beribadah siang-malam
walaupun Allah telah menjaminkan Surga atas beliau, sebagai wujud Syukur atas
kasih sayang yang telah Allah berikan kepadanya.
Bagi setiap individu yang telah berhasil melalui
Ramadhan tahun ini dengan amalan yang lebih baik dari tahun sebelumnya, maka ia
masih perlu untuk sekali lagi
membuktikan kepada Allah dan dirinya, bahwa ia pun bisa mengistiqomahkan
amalan-amalan baiknya di sebelas bulan setelah Ramadhannya tanpa terlalu
memberatkan kesanggupan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar